Saat ini sedang merebaknya campaign tentang antisipasi virus COVID 19 dengan social distancing. Ya, itu merupakan langkah yang dinilai cukup efektif untuk mencegah pendemi ini tidak menyebar lebih luas mengingat negara kita terdeiri dari beribu pulau. Terlepas dari itu sebagaimana budaya yang berkembang di Indonesia, dimana, bersalaman, bertegur sapa, merupakan sebuah alat komunikasi yang memiliki nilai-nilai indigenous tersendiri. Nilai-nilai indigenous bahkan ada pada kelompok yang paling kecil yaitu keluarga.
Tentu nilai keluarga satu dengan keluarga lainnya berbeda, namun ada beberapa sikap yang menjadi ciri khas keluarga orang timur, yaitu sopan santun, berakhlak mulia, saling tolong menolong dan bergotong royong. Sejak kecil masyarakat Indonesia diajarkan untuk berperilaku seperti itu sehingga membentuk karakter sebagai orang Indonesia, dan yang berperan penting dalam membentuk karakter tersebut adalah orang tua. Disisi lain akibat adanya pendemi COVID 19 social distancing terus dia kampanyekan sebab dianggap sebagai tindakan pencegahan penyebaran virus yang semakin meluas
Social distancing merupakan langkah pencegahan penyebaran virus yang di gaung-gaungkan oleh berbagai pihak. Dengan mengurangi aktifitas dengan orang lain di lingkungan luar rumah, mengurangi tatap muka langsung dengan orang lain, serta menghindari tempat-tempat yang memungkinkan berpotensi dapat menyebarkan virus tersebut seperti, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, bioskop dan lain sebagainya.
Namun saat ini WHO menggunakan istilah physical distancing pada laman resminya. Bentuk tindakan ini, dengan mengurangi aktivitas olah raga yang melibatkan banyak orang, konser, dan pertemuan-pertemuan lainnya, WHO menyatakan tidak hanya menghindari kerumunannya saja melainkan menjaga jarak fisi antar manusia dinilai efektif membantu mengurangi penyebaran virus ini.
Sebagai mana yang telah sampaikan sebelumnya bahwa keluarga merupakan lingkungan terkecil yang memiliki pengaruh terbesar dalam pembentukan karakter anak. Kenapa keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan anak? Jawabannya karena sejatinya sejak masa kehamilan hingga masa anak-anak terutama pada masa kritis (golden age) dengan rentang usia 0-5 tahun dimana pada masa ini anak mulai mengenal lingkungan sosialnya, suka bermain, menjelajar hal baru, kreatif, dan mulai meniru.
Tidak heran jika pada usia tersebut anak sering menirukan segala hal yang dilakukan orang-orang terdekatnya utamanya orang tua. Sehingga orang tua sebagai role model perlu menjaga perilakunya didepan anak, tak hanya perilaku, melainkan dalam bertutur kata juga perlu dijaga. Sebab bagi anak perilaku dan perkataan tersebut merupakan informasi baru dan mereka belum mehami konteks benar atau salah. Segala bentuk informasi yang diterima anak tentu akan mempengaruhi perilakunya dimasa dewasa nanti.
Sebagai contoh ketika anak sejak dini dikenalkan bahwa “hantu” merupakan makhluk yang menyeramkan dan membahyakan, maka informasi tersebut akan terbawa hingga ia dewasa. Contoh lain ketika orang tua yang memiliki pengalaman buruk dengan laki-laki atau perempuan dan selama masa anak-anak diberi pemahaman tersebut, tak jarang anak akan cenderung menghidari lawan jenisnya dengan rasa takut, cemas, bahkan benci seperti yang dirasakan oleh orang tuanya.
Pengaruh yang sama akan berdampak pada anak yang sejak dini diberikan pengertian untuk menghindari kontak fisik dengan orang lain karena khawatir akan virus COVID 19 yang saat ini sedang menjadi pendemi dunia. Bentuk over protective tentu akan mempengaruhi karakter dan kepribadian anak hingga dewasa. Hal ini tentu berkaitan dengan pola asuh yang salah dari orang tua.
Tentu bentuk sikap waspada bukanlah sesuatu yang salah. Namun akan berbeda bila dilakukan dengan cara yang salah. Segala hal benar bila dikatakan atau dilakukan dengan cara yang salah atau kurang tepat, hasilnya tentu berbeda bahkan bertolak belakang dengan yang diharapkan. Saya sebut perilaku ini merupakan contoh toxic parenting, dimana orang tua memberikan pola asuh yang berdampak negatif pada tumbuh kembang anak.
Maka yang perlu diperlakukan para orang tua, adalah dengan memberikan pemhaman yang tepat bahwa pendemi ini bukanlah hal yang menakutkan, namun sesuatu yang perlu diwaspadai dengan mengajarkan anak untuk mencuci tangan setalah menyentuh sesuatu. Mengenalkan manfaat mencuci tangan dan menjaga kebersihan dengan cara bermain atau menonton video interaktif menarik yang tersedia diberbagai sosial media. Orang dapat melakukan tindakan preventif dengan menjaga asupan nutrisi yang cukup untuk tetap menjaga daya tahan tubuh. Sehingga anak dapat tetap bermain dengan gembira, dan orang tua dapat tetap menjaga kesahatan anak agar terhindar dari virus ini.
Mari tetap berbahagia dan tetap positif menyikapi pendemi ini, sebab semua akan berlalu layaknya segala macam hambatan-hambatan dalam hidup yang telah kita lalui bersama. Anak merupakan harta yang tak ternilai harganya, anak juga merupakan titipan-Nya, maka tugas para orang tua dan calon orang tua untuk mendidik mereka dengan baik, serta memberikan perhatian yang maksimal. Sehinga dengan izin-Nya anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan menjadi individu yang berkarakter serta menjadi anak yang sholeh/sholehah.
Penulis : Rafif Miftakhul Abidin
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Fakultas Psikologi