Menuding Islam Radikal?

Bagikan

Agama Islam sering diolok-olok sebagai agama yang tidak mendukung ilmu pengetahuan, agama yang menghambat ilmu pengetahuan dan agama yang terbelakang. Ayat al-Quran yang pertama kali turun adalah perintah iqra’  (bacalah!), ini merupakan perintah yang sangat jelas, bahwa Islam benar-benar melarang buta huruf (kebodohan), dengan perintah ini sudah banyak sekali melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang terkemuka, seperti Al-Khuwarizmi, Ibnu Sina, Ar-Razi dan lain-lain.

Ada pula yang mengatakan pakaian yang sesuai syariat Islam tidak sesuai dengan kemodernan alias simbol keterbelakangan.

Orang yang berani mengelilingi kampung tanpa busana hanyalah orang gila, orang yang tidak bisa menggunakan akal dan pikirannya, jadi orang yang memakai baju hanya setengah saja atau setengah telanjang bisa dikatakan sebagai orang yang setengah gila. Tentu ini bertolak belakang dari keberadaban cara berpakaian Islam.

Ada seorang dokter muslimah berjilbab diwawancarai wartawan asing yang menyatakan, “pakaiannya itu tidak mencerminkan pengetahuannya. Kami berkesimpulan jilbab itu simbol keterbelakangan dan kemunduran”.

Sang dokter pun menjawab dengan cerdas, “Manusia di masa awal hampir telanjang, bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan mulai mengenakan busana. Apa yang saya kenakan hari ini sebenarnya adalah lambang kecanggihan dan kemajuan berfikir, yang telah dicap manusia berabad-abad lamanya. Ketelanjangan yang ada sekarang adalah simbol keterbelakangan dan kembalinya manusia kepada kejahiliyahan, kebodohan (Tribun, 24/10/2015).

Seandainya ketelanjangan itu simbol kemajuan, maka bisa dikatakan para binatang itu telah mencapai puncak peradaban.

Radikal dan Islam

Ketika seseorang mempercayai suatu agama, maka secara harfiah orang tersebut menolak agama-agama lainnya. Begitu juga dengan agama Islam, agama Islam melarang penganutnya untuk ikut campur terhadap ritual agama lain dan menyebut orang-orang non muslim dengan sebutan kafir, tapi mengapa ketika seorang muslim mengatakan penganut agama lain dengan sebutan kafir, kami akan dikatakan radikal?

Kafir berasal dari bahasa Arab ‘kaafir’ yang artinya orang yang menutup diri.  Mengapa disebut kafir? Karena orang-orang yang tidak menganut agama Islam, dianggap oleh Islam sebagai orang yang menutup dirinya dari hidayah Tuhan. Bahasa Arab adalah bahasa yang terkenal dengan kefasihan dan kelembutannya, kata ‘kaafir’ adalah bahasa yang paling lembut yang digunakan dalam al-Quran untuk menyebut penganut agama lain.

Islam agama teroris karena mensyariatkan Jihad. Tentu ini keliru!

Jihad memiliki arti perjuangan, dalam Islam definisi perjuangan itu sangat luas maknanya, bukan hanya fokus pada satu aspek saja. Belajar ilmu agama dengan tekun lalu mengamalkannya dengan mengajarkannya kepada yang lain atau menggunakannya untuk berdakwah itu sudah termasuk jihad karena makna jihad itu berjuang, berjuang dengan segala kemampuan yang kita punya. Lantas bagaimana dengan aksi pengeboman yang ‘mengaku-ngaku’ sebagai jihad?

Islam sendiri sangat mengecam yang namanya pembunuhan tanpa sebab jelas. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran,  “Barangsiapa yang membunuh seseorang yang tidak bersalah, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”.

Tom Freeman, seorang Yahudi-Amerika, penulis artikel di New York Times mengatakan, seandainya saja umat muslim menguasai Eropa di tahun 1940, maka 6 juta Yahudi yang dieksekusi akan tetap hidup hari ini.

Professor Robert Pape dari Universitas Chicago dan  salah seorang ahli terorisme di Amerika mempelajari setiap kasus bom bunuh diri dan terorisme antara tahun 1918 – 2005, yang berjumlah 3500 kasus. Dan dia menyimpulkan, “hubungan antara terorisme dan fundamentalis Islam sangat kecil atau agama manapun di dunia. Sebaliknya, semua serangan teroris adalah sebagai bagian dari strategi sekular untuk mencapai tujuannya, untuk memaksakan demokrasi dan menarik pasukan militer dari teritori yang dianggap teroris di tanah mereka.”

Banyak yang memandang Islam adalah agama yang menafikkan HAM, salah satunya hukuman cambuk. Sebuah hukuman yang ditetapkan jika kita tidak melihat alasan hukuman tersebut ditetapkan, maka kita akan selamanya berpikir bahwa hukuman tersebut tidak sesuai dengan HAM, sadis dan kejam.

Saya akan ambil satu contoh, yaitu hukuman mati bagi koruptor. Jika kita tidak melihat mengapa hukuman tersebut ditetapkan, maka yang ada dipikiran kita adalah hukuman tersebut kejam, sadis dan tidak berperikemanusiaan karena menghilangkan nyawa manusia. Tapi jika mengetahui alasan mengapa hukuman tersebut ditetapkan, maka kita akan beranggapan bahwa itu wajar dan tidak melanggar perikemanusiaan.

Begitu pula dengan syariat-syariat  yang ditetapkan dalam al-Quran, sebelum berpikir bahwa itu sadis dan tidak berprikemanusiaan maka kita harus mengetahui terlebih dahulu mengapa syariat tersebut ditetapkan.

Jadi, Islam radikal seperti apa yang kita sematkan kepadanya? Apa jangan-jangan kita terjebak dalam istilah radikalisme?

Sumber gambar : www.idntimes.com/news/indonesia/gregorius-pranandito/foto-massa-reuni-212-putihkan-monas - Reuni 212 (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Dapatkan Promo spesial sekarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan

Kirim Artikel

Ingin menulis di Inspiring Menulis? Berikut cara mudah untuk mengirim artikel.

Berita terbaru

Masuk | Daftar

Masuk atau daftar dulu biar bisa komen, bikin konten dan atur notifikasi konten favoritmu. Yuk!

Atau Gunakan