Sekularisme dan Cendekiawan Muslim

Bagikan

Agama dan Negara ibarat pensil dan kertas. Keduanya tidak bisa dipisahkan secara fungsional. Begitu juga wacana hidup bernegara dengan melibatkan napas religi untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis, dan hanya dengan bersikap religius, manusia akan menghadirkan sepenuh hati fitrah kemanusiaannya.

Istilah sekularisme yang muncul pada tahun 1846 oleh George Jacub Holyoake, dengan gaya pemikirannya untuk memisahkan antara wahyu atau supernaturalisme dengan prinsip moral mengakibatkan perlawanan terhadap gereja di belahan dunia bagian Eropa.

Pengertian sekularisme dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, “The belief that religion should not be involved in the organization of society, education, etc”. Sebuah pemahaman yang menghendaki adanya pemisahan keterkaitan urusan Agama dan negara ini dapat menjadikan tatanan suatu negara menjadi tidak utuh, bahkan jauh dari kata kesatuan.

 

Sejarah Munculnya Sekularisme di Negeri Muslim

Sejarah mencatat peristiwa yang membuat kepala geleng-geleng, khususnya dalam peradaban dunia Islam. Sebagai dampak imperialisme Eropa, penjajahan Negara Barat kepada Negara Islam telah memberikan corak sekuler dalam sistem bernegara.

Negara Turki sebagai salah satu contoh negara penerap sekularisme. Pada waktu itu kuasa berada di tangan Mustafa Kemal Ataturk berubah drastis. kebijakan Ataturk yang menggeramkan kaum mayoritas Muslim di Turki telah mencelakai peradaban yang ada dan sudah dibangun sebelumnya. Contoh kasus, larangan wanita muslimah mengenakan jilbab sebagai penutup aurat, bangunan masjid dihancurkan, bahkan dilecehkan dengan mengubahnya menjadi tempat pembuangan kotoran dan kandang kuda.

Pemaksaan penguasa untuk menerapkan konsep negara sekuler menjadi main hakim sendiri, terlebih lagi mengubah syariat atau aturan kehidupan sesuai agama bercampur baur dengan konsep Negara Barat yang merasa tertindas. Dalam sejarah perjuangan rakyat Turki, banyak sekali perlawanan yang diarahkan rakyat kepada penguasa masa Ataturk untuk mengembalikan syariat yang telah berlaku. Tidak sedikit ulama dan masyarakat yang dipenjarakan akibat melawan, seperti Said Nursi yang kelak dipanggil Badiuzzaman.

 

Sekularisme ala Cendekiawan Muslim

Syed Muhammad Naquib Al-Attas, mengatakan bahwa Islam menolak penerapan apa pun mengenai konsep-konsep sekuler, sekularisasi, serta sekularisme, karena semuanya bukanlah milik Islam dan bahkan berlawanan dengannya.

Pada awal tahun 1970an, masyarakat Indonesia sempat dibikin heboh oleh pemaparan makalah salah satu cendekiawan muslim, Nurcholish Madjid. Gagasan yang dianggap sekularisasi dengan bertajuk “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Penyegaran kembali Pemahaman Keagamaan”.

Kritik pemikir Islam, Hamid Fahmy Zarkasy, terhadap Nurcholish Madjid mengidentifikasi corak sekularisasi yang digagas olehnya berasal dari terma modernism, berlatang belakang ajaran Bible: “Berikan hak Tuhan pada Tuhan, dan berikan hak raja pada raja”. Yang kemudian menjadi pemisahan antara gereja dan agama. Dan Hamid menambahkan bahwa gagasan Nurchlosh Madjid berasal dari teologi Protestan. Nurcholish menjadikan buku Harvey Cox, The Secular City sebagai rujukan. (Lihat Misykat, hal 190)

Beberapa cendekiawan yang belajar di Barat dan hendak memajukan negerinya ketika pulang, seolah tak berjalan sesuai keinginan karena telah tercemar paham sekularisme. Banyak sekali gagasan yang menimbulkan perdebatan publik, tapi mirisnya hal tersebut seakan mendapat antusias dan apresiasi luar biasa dari masyarakat, karena dianggap lebih kekinian dan memihak kepada kemajuan negara.

 

Dampak Buruk Sekularisme

Abdullah Ahmed An-Naim sempat mempromosikan wacana persahabatan antara sekularisme dengan dalam bukunya Islam dan Negara Sekular:Menegosiasikan Masa Depan Syariat. Gagasan yang menyelipkan paham relativisme, dengan menyelipkan pesan bahwa syariat adalah produk ijtihad yang relatif, dengan alasan ijtihad merupakan hasil buatan ulama klasik dan tidak relevan untuk masa sekarang.

Berbagai peluang wacana sekularisasi terhadap sistem bernegara dengan menafikan syariat sebagai napasnya telah merampas keharmonisan. Alih-alih ingin mempromosikan kemanusiaan dan mewujudkan keharmonisan, justru konflik dan kebebasan yang akan merusak batasan yang berlaku dalam kehidupan.

Sekalipun, penduduk negara tidak semuanya beragama Islam, konsep sekularisasi telah jelas menciderai tatanan negara  yang harmonis. Adanya penolakan terhadap sekularisme tidak menjadikan pemaksaan terhadap suatu negara tersebut mengubah menjadi Negara Islam. Jika dilihat secara historis, asal sekularisme justru dari pemisahan antara aturan gereja dengan masyarakat.

Dari sejarah awal sekularisme kemudian paham tersebut yang meracuni negeri muslim, hingga cendekiawan muslim yang membawa gagasan Barat tersebut ke tanah air, dapat disimpulkan bahwa paham yang sejak awal lahir dari dendam tidak akan cocok untuk menciptakan keharmonisan apalagi sikap nasionalis.

 

Oleh :

Abdurrahman Ad-Dakhil

UIN SYARIF HIDAYATULLAH, BAHASA dan Sastra Arab

Lamongan

Dapatkan Promo spesial sekarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan

Kirim Artikel

Ingin menulis di Inspiring Menulis? Berikut cara mudah untuk mengirim artikel.

Berita terbaru

Masuk | Daftar

Masuk atau daftar dulu biar bisa komen, bikin konten dan atur notifikasi konten favoritmu. Yuk!

Atau Gunakan