Tenggelamnya Kapal Van der Wijck : Dari Kisah Nyata Hingga Layar Kaca

Bagikan

Inspiring.my.id Kapal Van der Wijck merupakan kapal penumpang milik maskapai pelayaran Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Kapal ini pertama kali dibuat pada tahun 1921 oleh Maatschappij Fijenoord N.V., pabrik galangan kapal di Fyenoord, Rotterdam. Nama kapal ini diadopsi dari nama seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda Carel Herman Aart Van Der Wijck (1840-1914), yang berkuasa dari 1893 hingga 1899.

Kapal Van der Wijck memiliki kapasitas 1093 penumpang dengan Kelas Utama (VVIP) berkapasitas 60 orang, Kelas Kedua (VIP) berkapasitas 34 orang dan kelas ekonomi berkapasitas 999 orang. Berat kotor (GT) kapal 2.633 ton, berat bersih (nett) 1.512 ton dengan daya angkut 1.801 ton. Panjang kapal 97,5 meter, lebar 13,4 meter dan tinggi 8,5 meter.

Sampai pada tahun 1936, kapal ini mengalami insiden tenggelam. Sejak masa tenggelamnya, kapal ini baru berusia 15 tahun. Hal ini tergolong kapal muda yang mengalami kecelakaan dini, sehingga mengakibatkan kerugian besar. Lokasi tenggelamnya berada di pantura Jawa, tepatnya di kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Pemerintah Hindia Belanda mengapresiasi jasa para nelayan sekitar pesisir Brondong, dan sebagai bentuk peringatan atas tenggelamnya Kapal Van der Wijck, maka didirikan monumen. Tertulis jelas di monumen tersebut. “Tanda Peringatan Kepada Penoeloeng- penoeloeng Waktoe Tenggelamnja Kapal Van der Wijck, DDO 19-20 0ctober 1936”.

Berangkat Menjadi Novel

            Sampai pada suatu saat, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, sebut HAMKA, mendapatkan ilham untuk menciptakan karya sastra roman dengan judul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”. Kisah yang termotivasi dari kritik HAMKA kepada keprihatinan sosial semasa hidupnya di Minang, banyak sekali ketidak adilan yang nyata dan masih dijunjung tradisi turun-temurun, seperti kawin paksa dan rasisme.

Novel buya HAMKA sebagai cerita bersambung melalui majalah yang dipimpinnya, Pedoman Masjarakat, pada tahun 1938, dan dirilis sebagai novel pada tahun 1939. Novel yang mengkritik tradisi kawin paksa dan rasisme yang tumbuh subur di Minang, bahkan menurutnya, tradisi tersebut menggeser nilai luhur agama dan akal budi hulur, karena membatasi secara paksa keinginan seseorang untuk memilih.

Konon, tokoh Zainuddin dalam kisah tersebut diambil dari nama sahabat karibnya, Zainuddin Fananie, yang kelak menjadi tokoh pendiri Pesantren Gontor. Kedekatan antara HAMKA dan Zainuddin terlihat jelas ketika tiga ulama Muhammadiyah; HAMKA, Zainuddin, dan Malik Ahmad yang ditugaskan ke beberapa daerah di Sumatera. Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasy melalui Republika, menyebutkan bahwa pesahabatan ketigannya disimbolkan melalui kesepakatan pemberian nama depan ‘Rusydi’ terhadap anak mereka.

Menurut Hasanuddin Umar, seorang alumni Pesantren Gontor, motivasi buya HAMKA memberi judul ‘Tenggelamnya Kapal Van der Wijck’,  ketika adik Zainuddin Fananie, Imam Zarkasyi, pulang ke Jawa menaiki Kapal Van der Wijck, pada waktu beberapa pekan kemudian tersiar kabar dengan headline Koran ‘Tenggelamnja Kapal Van der Wijck’ membuat kakak Imam Zarkasy termenung dan hilang fokus ketika diajak bicara oleh buya HAMKA. Setelah heran melihat kelakuan Zainuddin, HAMKA membaca berita tersebut dengan teliti, dan ternyata yang tenggelam adalah kapal yang berlayar dari Tanjung Perak, Surabaya, menuju Teluk Bayur, sedangkan adiknya perjalanan menuju  Tanjung Perak. Hal ini membuat Zainuddin sedikit tenang dan segera mencari kabar tentang adiknya.

Diabadikan Dalam Film Layar Kaca

            Karya yang begitu fenomenal tersebut membuat kagum para pembaca, dan sempat menjadi bacaan wajib pelajar. Pada akhirnya, novel ini dihidupkan dalam sebuah film dan dirilis pada 19 Desember 2013 yang disutradarai oleh Sunil Soraya dengan judul yang sama, dan menurut penjelasannya melalui wawancara Entertainment News, proses pembuatan film selama 5-6 tahun.

Film yang menceritakan isi novel Buya HAMKA, menjadi sorotan publik, bahkan tidak hanya kalangan pemuda yang menunggu kehadiran film tersebut, golongan orang tua pun ikut andil menyambut film yang mengajarkan nilai kesadaran akan menepis rasisme dan pemaksaan kehendak.

Seolah menghidupkan lagi karya yang sudah berumur setengah abad lebih. Film ini mencapai  jumlah penonton yang fantastis pada 2013, yakni 1.724.110. Dan sambutan masyarakat yang positif juga membuat perpanjangan masa tayang film ini pada tahun 2014.

Pelajaran Berharga Dari Kisah Kapal Van der Wijck

            Dalam setiap kejadian, tentu memiliki hikmah yang dapat dipetik. Tragedi tenggelamnya Kapal Van der Wijck, baik secara nyata atau kisah roman yang dibangun HAMKA, mengajarkan bahwa segala sesuatu yang berada di muka bumi tidak ada yang abadi, walaupun terlihat kokoh dan tegak, Karena semuanya akan mengalami masa hancurnya. Buya HAMKA memasukkan kritik berupa adat di Minang dahulu yang melestarikan kawin paksa, memandang semuanya sesuai garis keturunan dan kedudukan sosial.

Meskipun karya Buya HAMKA sempat dituding oleh Pramoedya Ananta Toer sebagai plagiat dari Sous les Tilleuls (1832) karya Jean-Baptiste Alphonse karr , melalui terjemahan berbahasa Arab oleh Mustafa Lutfi al-Manfaluti, hal itu tidak menjadikan nilai yang dibawa oleh Buya HAMKA luntur dari refleksi keadaan sekitar. Justru karya Buya HAMKA menceritakan adat Minang yang tidak mungkin ditemukan dalam karya sastra luar, menurut ahli dokumentasi sastra, H.B Jassin.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menjadi model Buya HAMKA berinisiasi mengkritik tradisi yang menjauhi nilai agama dan budi luhur. Kemunculannya menjadikan masyarakat paham untuk menjunjung adat yang adil dan bijak sesuai nilai luhur, walaupun dikemas dalam kisah roman, tapi sarat makna.

 Oleh : Abdurrahman Ad Dakhil – Lamongan

Eh, udah tau belum GoPay ada app baru? Download deh. Dapet 10,000 Coins GRATIS pas upgrade ke GoPay Plus. Tinggal verifikasi KTP aja. Ini link downloadnya

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan

Berita Populer

Kirim Artikel

Ingin menulis di Inspiring Menulis? Berikut cara mudah untuk mengirim artikel.

Berita terbaru

Melody Ayunan Rasa

pada kenyataannya jika tidak ada komunikasi itumungkin tidak akan ada

Peduli Palestina

Inspiring Solidarity For Palestine Rp6.656.412 Terkumpul dari Rp10.000.000 68 Donasi

Masuk | Daftar

Masuk atau daftar dulu biar bisa komen, bikin konten dan atur notifikasi konten favoritmu. Yuk!

Atau Gunakan