Inspiring Menulis – Ketika sedang jalan-jalan, kadang-kadang saya iseng memerintahkan mata saya untuk mencari warna tertentu pada benda-benda di sekitar, Bisa biru, merah, kuning, hijau, putih, hitam, atau warna apa pun. Seketika itu juga mata saya melakukan penelusuran dan menemukan benda-benda dengan warna yang saya perintahkan di antara begitu banyak benda yang terlihat. Menariknya, saya jadi melihat “benda-benda kecil yang sangat jarang saya perhatikan “Benda-benda kecil tersebut menjadi teramati karena memiliki warna yang sesuai dengan apa yang pikiran saya inginkan. Benda lain tentu tetap terlihat, tapi karena warnanya berbeda dengan apa yang saya inginkan, maka tidak terlalu penting dan cenderung terabaikan.
Kita semua melihat dengan cara seperti itu. Lebih mudah melihat sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita atau yang sebelumnya kita konstruksikan di pikiran. Mata kita bisa saja memiliki kemampuan yang sama dalam melihat, tapi apa yang kita lihat dari sesuatu bisa sangat berbeda. Kita bisa melihat hal yang sama, tapi bagian yang paling cepat kita tangkap dengan mata kita bisa jadi berbeda. Itulah kenapa ketika kita membenci sesuatu, mudah bagi kita melihat dan menemukan hal-hal yang mendukung kebencian itu, bahkan sampai hal-hal terkecil sekalipun. Hal tersebut tentu menjadi sulit ditemukan bagi orang-orang yang mencintai sesuatu yang sama. Sulit karena hal-hal tersebut tidak menjadi fokus keinginan, sehingga cenderung terabaikan.
Jadi, kalau kita tetap memutuskan berdebat dengan orang-orang yang berbeda jalur pikiran dengan kita, pastikan sarapan kita bergizi, karena ini akan sangat menguras energi. Apa yang kita lihat jelas berbeda Sekalipun sama, maknanya tentu sangat berseberangan.
Kita semua toh sama-sama ingin bahagia Pun kita juga menyadari bahwa kita sama-sama menderita. Lalu kenapa kita senang menambah penderitaan dengan memaksakan pandangan kita kepada orang yang jelas-jelas punya rasa dan pola pandang yang berbeda?
Saya ingat sebuah cerita yang sangat menarik terkait ini. Dua orang pria sedang menghadapi perselisihan besar yang tidak dapat mereka atasi. Mereka kemudian memutuskan untuk meminta nasihat kepada seorang guru yang arif. Pria pertama memaparkan argumennya kepada sang guru, lalu sang guru menganggukkan kepala dan berkata, “Ya, kamu benar.” Pria kedua kemudian juga menguraikan argumennya yang sangat bertolak belakang dengan pria pertama. Lagi-lagi sang guru menganggukkan kepala dan berkata, “Ya, kamu benar” Seorang pria ketiga yang memperhatikan di sepanjang perbincangan merasa agak kesal, lalu bertanya kepada guru itu, “Tunggu, ada yang tidak beres. Tidak mungkin mereka berdua sama sama benar.
Lalu sang guru menganggukkan kepala dan berkata, “Ya, kamu benar.” Permasalahan manusia, baik besarmaupun kecil, bahkan yang menimbulkan perang di dunia dimulai dari kalimat sederhana ini, “Kamu salah, aku benar.” Masing-masing kita, selama ini, melakukan sesuatu yang kita rasa tepat dan masuk akal berdasarkan informasi yang kita miliki dan sesuatu yang ingin kita capai dalam hidup. Alasannya selalu masuk akal bagi masing-masing walaupun belum tentu bagi satu sama lain.
Logika juga ilusil Terlalu keras menggenggam ini pun tidak menjamin kita bahagia dan terbebas dari konflik dengan orang lain. Logika kita bukanlah sesuatu yang Independen. Bukan sesuatu yang terpisah dari variabel atau faktor lain Bahkan logika kita sebenarnya digerakkan oleh emosi kita. Ketika kita mencintai sesuatu, kita bisa membangun logika yang mendukung emosi tersebut. Begitu juga ketika kita membenci sesuatu, kita cenderung mudah mengonstruksi logika yang mendukung rasa benci.
Di kedalaman, setiap orang ingin bahagia, dan tentu juga pernah terluka dan menderita. Namun, di permukaan bentuknya bisa berbeda-beda, sehingga menghasilkan jalur logika” yang berbeda-beda pula. Jadi, menggunakan logika kita untuk menyelesaikan masalah orang lain tanpa memahami logika yang digunakannya belumlah cukup, bahkan tidak menutup kemungkinan menciptakan masalah yang baru. Sebab, mungkin juga kita akan melakukan hal yang sama bila berada dalam posisinya, dengan segala informasi dan keinginan yang dimiliki Kemudian kita akhirnya bergumam, “Ya, kamu benar.
sumber gambar pexels.com & freepik.com