Akad dilakukan guna memenuhi syarat pengesahan jual beli dan jual beli tersebut terdiri dari tiga macam, diantaranya jual beli barang nyata atau dapat ditampak oleh mata, jual beli yang tidak nyata atau tidak daoat ditampak oleh mata, dan jual beli barang ghaib. Tiga macam tersebut masing-masing memiliki karakteristik yaitu jual beli yang dilakukan dan akad dilaksanakan dengan sudah adanya barang dan langsung barang tersebut diterima oleh pembeli, jual beli yang yang pertama melakukan transaksi dan mendapatkan barang kemudian, serta yang dimaksud barang ghaib ialah jual beli barang tersebut tidak pernah ada sehingga jual beli ini hukumnya haram.
Salah satu jenis akad didalam Ekonomi Syariah yaitu pada produk perbankan terdapat Akad Istishna’. Menurut bahasa, istishna’ berasal dari kata shana’a yang artinya membuat. Sedangkan, menurut istilah akad Istishna’ merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’).
Landasan Dalil Al-Quran dan Hadist Mengenai Istishna’
Landasan hukum atau dalil mengenai Akad Istishna’ tersebut memiliki keterkaitan terhadap Akad salam, yaitu didasarkan pada qiyas dan jual beli tersebut dilakukan dengan barang yang tak terlihat atau belum tersedia ketika sesi akad sedang berlangsung. Ayat yang telah dijadikan sebagai landasan hukum istishna’ yaitu QS. Al-Baqarah : 275.
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Artinya: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Kemudian pada hadist Nabi SAW, Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu ‘anhu, pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menuliskan surat kepada seorang raja non arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel , maka beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau.” (Riwayat Muslim).
Dapat disimpulkan bahwa landasan dalil Al-Qur’an dan Hadist mengenai Istishna’ bahwa akad istishna’ tersebut diperbolehkan. Menurut madzhab hanafi, Istishna’ hukumnya boleh (jawaz) karena hal itu telah dilakukan oleh masarakat muslim sejak awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya, ketentuan syar’i transaksi Istishna’ diatur dalam fatwa DSN Nomor 06/DSN –MUI/IV/2000 tentang jual beli Istishna’.
Bagaimana implikasi Akad Istishna’ di Perbankan Syariah?
Istishna’ adalah akad pemesanan suatu barang dari pihak 1 (pemesan) ke pihak 2 (produsen). Sedangkan Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang beroperasional dan memiliki acuan kepada prinsip-prinsip syariah dalam melakukan transaksi muamalah. Keduanya memiliki keterkaitan sebagai antar lembaga keuangan berbasis syariah, diantaranya dapat dicontohkan melalui studi kasus transaksi akad istishna itu sendiri, tetapi dalam menjalankan akad istishna’ didalam produk perbankan syariah tidak bisa langsung mempraktikannya dengan menggunakan satu akad istishna’, harus berdampingan dengan istishna’ kedua yaitu dapat disebut dengan istishna’ paralel dikarenakan produk perbankan bukan diajukan sebagai produsen. Peraturan bank Indonesia nomor: 7/46/pbi/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah menjelaskan mengenai beberapa ketentuan apabila perbankan syariah dengan nasabah dalam menerapkan akad istishna’ dan tertuang dalam pasal 14 yaitu kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna’ paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
- Bank sebagai penjual dalam Akad Istishna’ dapat membuat Akad Istishna’ paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai pembeli;
- Kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istishna’ tersebut harus terpisah;
- Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istishna’ tidak boleh tergantung pada Akad Istishna’ paralel atau sebaliknya;
- Dalam hal Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istishna’
Persyaratan mengenai pembiayaan istishna’ didalam bank syariah dengan akad istishna kedua (istishna’ paralel) terdapat dalam fatwa DSN No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang jual beli istishna paralel’. Fatwa tersebut berisikan mengenai pedoman untuk menjalankan dengan memandang dan menetapkan akad jual beli istishna’ yang dapat dibentuk untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah dan lembaga keuangan syariah memerlukan pihak lain sebagai shani’. Salah satu fatwa tentang jual beli istishna’ paralel memiliki ketentuan umum LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during construction) dari nasabah (shani’) karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Contoh transaksi Akad Istishna’ di Perbankan Syariah
Praktik transaksi akad istishna’ di bank syariah lebih mencerminkan transaksi utang piutang (penyediaan dana) dari pada kegiatan jual beli. Implikasinya dapat diterapkan melalui pengakuan piutang istishna’ yang lebih mencerminkan piutang uang daripada piutang barang. Akad istishna’ diterapkan dalam produk perbankan syariah dapat digambarkan dengan bentuk askema transaksi yag dapat dijelaskan dalam hasil produksi yang dipesan oleh nasabah, bank syariah membuat sendiri pesanan tersebut sehingga memiliki skema transaksi yaitu pertama nasabah memesan barang kepada bank syariah untuk pembuatan suatu barang, kedua bank syariah membuat barang pesanan tersebut kemudian diserahkan kepada nasabah, ketiga nasabah melakukan pembayaran kepada bank syariah. Contoh transaksi dengan akad istishna’ yaitu salah satunya rumah, kita dapat melakukan akad transaksi kpr rumah yang telah disediakan oleh perbankan syariah juga bertujuan untuk memenuhi keinginan nasabah. Mekanisme pembayarannya dapat berupa transaksi dengan tiga acara pembayaran, yaitu pembayaran dimuka secara keseluruhan, pembayaran secara angsuran selama proses pembuatan, pembayaran setelah penyelesaian barang.