Era digital pada dewasa ini sangat mempengaruhi gaya hidup generasi milenial. Informasi yang sangat mudah untuk diakses membuat mereka tidak bisa terlepas dengn teknologi khusunya gadget. Bahkan, mereka tidak perlu bersusah-payah untuk membeli kebutuhan mereka. Namun, apakah setiap barang yang mereka beli sesuai dengan kebutuhan mereka? Atau justru hanya untuk melampiaskan keinginan mereka saja? Jadi, kebiasaan tersebut bisa disebut sebagai; konsumtif dan/atau hedonism. Nampaknya bukan hanya generasi milenial saja yang terdampak dengan kebiasaan tersebut, melainkan siapa saja yang menjamahi era digital ini dari lintas generasi.
Mereka yang hidup dalam era sosial media ini cenderung memikirkan feed pada akun masing-masing ketimbang meng-improve kemampuan mereka dalam segala macam bidang. Akhirnya, apa-apa serba pamer di media sosial untuk meningkatkan feed tersebut. Tentunya pamer itu tidak gratis. Tentu perlu materi untuk menunjang hal itu. Al-hasil, pola hidup konsumtif dan/atau hedonis dipilihnya. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan keadaan yang serba PW ini, banyak dari mereka yang selamat dan terbebas dari pola hidup yang cukup menguras materi ini, kembali lagi kepada worldview masing-masing menanggapi kebiasaan tersebut.
Melihat kebiasaan ini, kita perlu memahami juga merenungi apa yang dijelaskan oleh salah satu trimurti Pondok Modern Darussalam Gontor; K.H. Imam Zarkasyi yakni:
“Kehidupan dalam Pondok diliputi suasana kesederanaan, tetapi agung. Sederhana bukan berarti pasif (Bahasa jawa: Nrimo), dan bukan karena kemelaratan atau kemiskinan, akan tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan maka dibalik kesederhanaan itu, terpancarlah jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan disinilah hidup tumbuhnya mental atau karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segi kehidupan.”
Dalam penggambaran situasi kehidupan di pondok tersebut, kita bisa memahami, bahwa membiasakan diri dengan hidup sederhana merupakan obat penangkal -juga bisa disebut obat pencegah- perilaku konsumtif yang cukup merugikan kehidupan seseorang. Sederhana bukan berarti tidak punya atau miskin. Sederhana berarti sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
Kehidupan yang sederhana, cukup tergambarkan di lingkungan Gontor. Pasalnya hal ini sudah menjadi nilai yang ditanamkan oleh trimurtinya dalam panca jangka di poin kedua. Tidak berlebihan dan tidak berpokok pada kemewahan, membuat tiap individu tidak berpatok pada gengsi masing-masing untuk dijadikan bahan pameran kepada khalayak.