“Allah adalah pelindung dan pendidik baginya,
Ketika ia mengingat-Nya, perasaan dan indranya penuh dengan cahaya
Setiap saat ia naik ke iklim makrifat
Al-Quran membuka ufuk yang berbeda bagi rohnya
Al-Quran selalu mengingatkan ikrar di dalam arwah untuknya
Sejak azali pecinta mabuk dengan manifestasi-Nya”
Bediuzzaman Said Nursi lahir pada tahun 1293 H atau 1876 di desa Nurs[1] terletak di sepanjang kaki lereng rangkaian pegunungan Taurus yang menghadap ke selatan di sebelah selatan Danau Van Provinsi Bitlis Anatolia Timur. Sebuah desa kecil di daerah Hizan, provinsi Bitlis (Turki bagian timur). Rumah Bediuzzaman Said Nursi sangat sederhana dengan jendela-jendela kecil dan atap jerami. Di rumah tersebutlah Said Nursi tinggal bersama keluarganya, yang terdiri dari ayah, ibu dan keenam saudaranya. Ayah Said Nursi adalah seorang petani biasa. Mirza adalah nama ayahnya, ia dikenal sebagai sufi Mirza, hal ini mengacu pada keterikatannya dengan sebuah ordo sufi atau kesalehannya. Ia diteladani sebagai seorang yang tidak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya dengan yang halal saja.
Sementara ibunya bernama Nuriye, ia adalah seorang ibu yang hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan berwudhu. Said Nursi adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, keenam saudaranya masing-masing bernama Diryah, Hanim, Abdullah, Muhammad, Abdul Majid, dan Mercan[2] . Keluarga Bediuzzaman Said Nursi tinggal bersama masyarakat Kurdi yang berada di kawasan geografis Utsmani yang dikenal dengan masyarakat Kurdistan.
Menurut sejumlah laporan, generasi Mirza adalah keturunan keempat dari dua bersaudara yang dikirim dari Cizre di Tigris untuk menyebarkan agama di kawasan itu. Mereka mungkin adalah anggota cabang Khalidiyyah dari aliran Naqsyabandi[3] yang menyebar dengan pesat di kawasan itu pada abad ke-19. Ini berarti bahwa Mirza adalah generasi kedua.
Said Nursi lahir di tanah-tanah dinasti Ottoman, dan tumbuh remaja melalui dekade-dekade terakhir dari kekuasaan tua tersebut. Lingkungannya terdiri dari Muslim Sunni, kebanyakan Kurdis.[4] Dalam masa mudanya, secara efektif ia berpindah ke pusat dinasti, khususnya pada malam-malam musim dingin yang panjang. Ia suka berjalan-jalan ke madrasah-madrasah yang ada di daerah tersebut untuk mendengarkan diskusi para syekh, murid dan guru. Kesempatan tersebut serta dengan budaya yang mereka pancarkan jelas-jelas mempunyai pengaruh positif terhadap karakter dan kegiatan-kegiatannya di masa depan.[5]
Nursi seorang intelek yang tak hanya berkontribusi tapi juga membentuk agenda dari Turki. Ini adalah sebuah hidup yang luar biasa. Sejak kecil, Said Nursi adalah anak yang cerdas. Ia selalu memperhatikan segala hal, menanyakan dan mencari jawaban. Setiap ada kesempatan, khususnya pada malam-malam musim dingin yang panjang, ia suka berjalan-jalan ke madrasah-madrasah yang ada di daerah tersebut untuk mendengarkan diskusi para syekh, murid dan guru. Kesempatan tersebut serta dengan budaya yang mereka pancarkan jelas-jelas mempunyai pengaruh positif terhadap karakter dan kegiatan-kegiatannya di masa depan.
Bediuzzaman adalah pribadi penuh berkah yang mendapatkan perlindungan luar biasa. Baginya, jeruji penjara telah berubah menjadi taman-taman di mana dapat melihat cakrawala alam abadi yang bercahaya. Tiang-tiang gantungan berubah menjadi mimbar tempat menyampaikan nasihat dan petunjuk, tempat menyampaikan pelajaran tentang sabar dan tabah dalam mencapai tujuan yang luhur. Penjara demi penjara telah berubah menjadi “Madrasah Yusufiyah” miliknya, dan ia sebagai pengajar bak profesor di Universitas di dalamnya. Hal itu karena orang-orang yang berada dalam penjara tidak lain dari para muridnya yang sangat memerlukan siraman rohani dan petunjuk darinya.
Baginya, setiap hari menyelamatkan iman beberapa orang dan mengubah para penjahat menjadi orang-orang shaleh bak para malaikat merupakan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan dunia. Orang yang memiliki ketulusan dan keimanan yang sangat tinggi tidak membutuhkan pengaruh kemilau palsu yang dihasilkan oleh konsep waktu dan tempat terhadap makhluk fana yang hidup di alam materi yang membosankan. Dengan ruhnya, ia mengangkasa ke cakrawala alam spiritual dengan cahayanya yang gemilang. Kedudukan tinggi yang dikenalkan dan dideskripsikan para tokoh terkemuka sufi sebagai “al-Fana’ Fillah” dan “al-Baqa’ Fillah”, tidak lain adalah memperoleh kemuliaan yang suci ini.
Pengorbanan Nursi
Syarat terpenting untuk keberhasilan seorang juru dakwah, khususnya bagi para pembaharu adalah pengorbanan. Karena pandangan dan hati cenderung mengikuti dengan sensitivitas yang tinggi. Kehidupan Said Nursi mampu menjadi contoh pengorbanan yang menakjubkan.
Seorang Syaikhul Islam al-Allamah al-Marhuum Musthafa Shobri berkata, “Pada masa sekarang, Islam membutuhkan para mujahid yang memiliki karakteristik tersendiri, yang siap berkorban, bukan hanya dengan dunianya saja, tetapi bahkan dengan akhiratnya juga”. Dari sini diketahui bahwa kriteria pengorbanan menjadi besar sesuai dengan kebesaran pelakunya. Apakah Allah yang Maha Mulia lagi Maha Suci akan membiarkan para mujahidin yang telah mengorbankan segalanya demi memperjuangkan Islam? Apakah mungkin Dia akan menelantarkan mereka sementara Dia adalah Tuhan yang Maha Pengasih? Apakah patut Dia mengharamkan hamba-Nya yang telah mengorbankan segalanya itu untuk mendapatkan kasih sayang-Nya.
Bediuzzaman Said Nursi adalah contoh nyata yang bersinar “Tajalli Ilahi”, ia menghabiskan seluruh hidupnya dengan membujang, sama sekali menjauhkan diri dari kesenangan dunia yang sebenarnya dibolehkan baginya, bahkan beliau tidak sempat membangun rumah tangga bahagia untuk sekedar melepas penat, untuk sekedar mencicipi kenyamanannya. Meski demikian, Allah SWT telah melimpahkan kebaikan yang agung dan luar biasa kepadanya yang sukar dituliskan oleh pena-pena yang fana.
Kasih Sayang dan Kelembutan Said Nursi
Said Nursi menemukan kebenaran dan hakikat sejak kecil. Ketika beliau menyepi di beberapa gua guna mendengarkan sanubarinya dan berdialog dengan ruhnya, ia telah menjadi orang yang arif billah, yang telah mendapatkan manisnya ibadah dan ketaatan. Namun, ketika bahaya kekafiran dan ateisme berkecamuk seperti ombak malam yang pekat yang nyaris menenggelamkan dunia Islam, khususnya Turki. Said Nursi lebih memilih untuk menceburkan dirinya ke medan jihad seperti seekor singa yang keluar dari sarangnya, atau seperti gunung berapi yang akan memuntahkan lava panasnya.
Nursi mengorbankan kenyamanan dan ketenangan hidupnya demi dakwah yang mulia ini. Sejak itu ucapannya menjadi bara, pemikirannya menjadi lidah api yang menyalakan hati, serta mengobarkan pemikiran dan perasaan.
Sekembalinya dari medan perang, Said Nursi mulai mengarungi kehidupan sosial dengan melakukan uzlah seperti tahapan yang dilalui oleh Imam Al Ghazali.
Ide Said Nursi
Kemandirian dan identitas merupakan sebuah prasyarat utama bagi kemajuan sebuah bangsa. Hal ini disebabkan karena identitas akan memberikan orientasi yang tegas mengenai pemikiran dan sikap dalam berperilaku. Identitas juga memberikan karakter yang sangat khas bagi sebuah bangsa ketika berhadapan dengan berbagai bangsa yang juga memiliki karakter yang khas.
Dengan ketegasan identitas yang dibangun, maka sebuah masyarakat akan memperoleh kemandirian dalam menghadapi berbagai persoalan yang datang kepadanya. Kemandirian itu meliputi sikap mental maupun praktis sosialnya.
Implikasi sosiologis dari cara pandang yang didasarkan pada kemandirian adalah orientasi yang jelas sebuah masyarakat dalam menapaki tahapan-tahapan menuju pada kesejahteraan dan kemakmuran.
Dasar analisis dari identitas menurut Said Nursi adalah bahwa kemakmuran dapat dicapai dengan mengedepankan sikap-sikap etis yakni self sacrifice (pengorbanan), frugality (hemat, efisien), dan contentment (kepuasan, kesyukuran). Sikap-sikap etis ini menjadi sebuah “pre-asumsi” bagi terciptanya kemakmuran. Dengan demikian, menurut analisis di atas, sikap-sikap etis itu akan memberikan landasan bagi sikap-sikap praktis dalam menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran.
[1] Terdapat perbedaan referensi tentang tahun kelahirannya dari beberapa sumber. Namun mayorits mengatakan pada tahun 1293 H atau 1876. Sukran Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi, Transformasi Dinasti Usmani menjadi Republik Turki, Jakarta: Anatolia, 2007, p. 3.
[2] Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir dan Sufi Besar Abad 20, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, p. 8.
[3] Aliran Naqsyabandi adalah aliran yang mengadopsi pendekatan-pendekatan reformis baik rejeksionis atau akomodasionis. Aliran Naqsyabandi tersebut dipimpin oleh Pir Saifur Rahman, pendekatan tradisional atau revivalis telah menjadi kunci pada bertahannya identitas aslinya sebagai ordo mistis. Aliran ini juga menekankan pada pengetahuan ilmiah, khususnya studi yurisprudensi (fiqh) dan kegiatan luhur yang berorientasi pada pencarian pengetahuan mistis, aliran ini telah menyebar dengan pesat pada abad ke-19, lihat Kenneth Lizzio, The Naqsyabandi/saifiyya battle for islamic tradition, Muslim World, 2006, hlm 38
[4] Ian S. Markhan & Suendam Barinci Pirim, An Introduction to Said Nursi: Life Thought and Writings, England: Ashgate Publishing Limited, 2011, p. 4
[5] Sukran Vehide,……. p.5