Tentang Membicarakan Kawan

Bagikan

Terbiasa membicarakan kawan di belakang artinya menaruh titik-titik hitam pada hati. Memang sangat menyenangkan membicarakan orang, terutama jika ada sedikit rasa ketidaksukaan terhadap orang tersebut. maka bergosip, kata lain dari membicarakan orang itu akan sangat mungkin dilakukan.

Tidak selalu perempuan, bahwa perempuan saat ini bisa dianggap lumrah melakukan gosip. Lelaki juga jika pada momen yang tepat dan ada pemicu yang lihai, maka mereka pasti pandai membicarakan orang, bahkan masing-masing dari mereka akan merasa paling pandai membicarakan orang tersebut perihal kejelekannya.

Mari kita coba ingat-ingat dampak dari membicarakan kejelekan orang lain. Dulu ketika saya pertama kali belajar menghindari melakukan ini, yang saya ingat adalah tentang dosa dan pahala. Saya pernah sekilas mendengar ceramah di sebuah kampung, “Pahala orang yang membicarakan kejelekan orang lain, maka pahalanya tersebut akan tertransfer ke orang yang kita bicarakan. Bahkan dapat pula dosa orang yang kita bicarakan akan tertransfer kepada kita”.

Saya memang tidak memiliki jalur pembelajaran agama, sejak awal saya bersekolah di Sekolah Dasar Negeri, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan yang terakhir ke Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, jurusan Akomodasi Perhotelan.

Jadi, sedikit yang dapat saya peroleh perihal agama, selain mencuri-curi ilmu dengan cara sendiri. Saya juga sering mencari-cari buku untuk dibaca sendiri. Kemudian hari akan saya tanyakan kepada yang memiliki jalur tentang agama perihal yang saya dapatkan dengan cara saya itu.

Semakin sering membaca, terakhir yang saya ingat perihal membicarakan orang, di dalam buku The Magic Of Thingking Big, Jason D Scwartz mengatakan bahwa jangan pernah membicarakan kejelekan orang lain, jika diketahui oleh orang yang kita bicarakan kejelekannya, maka itu akan merugikan diri kita.

Sebaliknya, Jason menyarankan untuk sering-sering memuji orang atas kinerja baik yang dilakukannya.

Dalam menata hati, tentu tidak mungkin masuk indikator untuk kita banyak bicara. Diam lebih memungkinkan memberi ketenangan pada hati kita. Sesungguhnya itulah yang kita harapkan, membicarakan orang hanya akan memberikan kesempatan bagi setan untuk menjerumuskan kita lebih dalam lagi.

Iri dan dengki akan otomatis merayap dan menggerogoti hati kita. Dimana yang sebenarnya hati itu adalah bagian utama yang harus kita jaga. Terlalu banyak hal-hal tidak baik yang akan kita lakoni dalam melakukan kegiatan bergosip ini.

Memancing kita untuk berbohong, merasa diri paling benar, haus eksistensi, bahkan di sisi lain kita akan berusaha untuk mendapatkan pujian-pujian kecil. Bukankah itu hanya akan membuat kita tidak tenang ke depannya. Yakni untuk mempertahankan hal-hal itu kita mungkin akan menjadi melakukan segala cara agar tidak terancam akan kemunduran atau kekalahan di dalamnya.

Cukup sulit untuk langsung menghentikan kebiasaan ini, karena dapat dikatakan ia lebih dahulu ada sebelum kita mengenalnya. Kita juga tanpa sadar merasa senang dan mendapatkan kepuasan tersendiri pada momen-momen tertentu, apalagi kita lebih banyak memonopoli pembicaraan.

Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah diam. Mengurangi repetisi pertemuan dengan orang-orang yang melakukannya, dan lebih memperbanyak pengulangan untuk bertemu dengan orang – orang yang memiliki sikap dan perbuatan baik dalam kesehariannya.

Mencari pengaruh-pengaruh yang baik  dari orang-orang baik sangatlah bermakna untuk jiwa dan pemikiran kita. Dua hal ini, ketenangan hati dan ketenangan pikiran adalah poin besar menjadi dasar utama menjalani kehidupan sehari-hari.

Tentang membicarakan kawan atau orang lain, tidak memberikan manfaat, antonim dari perilaku tersebut adalah banyak memuji orang, memberi penghargaan, dan lebih banyak meminta nasihat. Sungguh menenangkan ketika kita dapat menghindari keburukan dan menyambung kebaikan secara terus menerus.

Putih tetaplah putih, begitu yang harus kita pegang. Setelah dapat melakoni sikap baik ini, titik – titik hitam tidak boleh lagi mengotori hati kita. Repetisi terhadap sikap baik yang kita lakukan akan menjadi kebiasaan baik.

Semoga kita dapat Menjadi contoh, sikap dan perilaku baik untuk dapat diwariskan, dan memberi dampak baik bagi lingkungan sekitar kita. Lebih besar dan luas peradaban akan terbentuk dengan perlahan dan berlaku kedepan.

Pembicaraan kita akan menjadi hikmah, tidak ghibah. Menambah pahala, bukan dosa. Menggapai hikmah, bukan iri. Teringat kembali ibarat bagi umat Islam dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 12 yang membicarakan aib saudaranya adalah laksana memakan daging saudaranya itu. Artinya memakan bangkai, maukah memakan bangkai? Tentu orang waras tidak akan mau memakan bangkai.

Sayangi keluarga dan karib kerabat dengan memperbaiki diri terlebih dahulu. Agar dapat menjadi contoh, memberi pengaruh baik, serta dapat membimbing generasi mendatang menjadi generasi yang lebih baik lagi. Mempererat persatuan adalah satu-satunya tujuan utama untuk mempertahankan bangsa khususnya umat Islam.

Di tengah arus zaman, perilaku-perilaku kecil dapat memengaruhi perubahan besar. Perbaikan diri haruslah menjadi prioritas utama yakni untuk meningkatkan kualitas diri serta kemampuan. Mari munculkan pola pikir yang baik mulai dari sekarang.

Untuk yang kesekian kalinya saya mengingat bagaimana saya mendengar flashback atau ungkapan – ungkapan orang kepada ayahanda dari sahabat saya yang telah meninggal. Waktu itu saya turut menghadiri pemakaman, salah seorang anak angkat dan beberapa orang yang diasuh oleh beliau ketika masih hidup menyampaikan sesuatu yang menakjubkan.

Setiap hari beliau menyampaikan hadis-hadis, tetapi tidak dipaksa untuk merubah perilaku mereka. Setiap hari tanpa jenuh, mereka pun perlahan kembali ke jalan yang benar. Hadis – hadis yang ditinggalkan kepada mereka menjadi pengingat atas nama beliau setelah tiada.

Kemudian salah seorang sahabat saya yang kebetulan menghampiri saya ketika itu mengatakan sesuatu yang menakjubkan pula. Ia berkata “apa yang kamu ingat kalau saya meninggal nanti?”. Mendengar pertanyaan itu saya berusaha mengingat hal baik apa yang pernah ia bagi kepada saya. Banyak hal baik yang kami kerjakan bersama tetapi satu yang saya ingat yakni ia pernah memberikan catatan amalan bacaan ayat setelah solat lima waktu. Pada saat itu ia berucap “ biasakan solawat dan istigfar dalam diam”.

Serasi kemudian untuk kita amalkan ketika menghindari membicarakan kejelakan kawan atau orang lain. Lebih baik diam, dan mari kita mengisi diam kita dengan beristigfar dan solawat di dalam hati kita. Sungguh bila kita terbiasa dan semoga terbiasa, kita akan terjaga dan semoga kita mendapat manfaat dari bacaan solawat dan istigfar yang kita lakukan.

Ingat-ingat kembali, orang waras dapat melihat bahwa siapa saja yang membicarakan orang lain atau menggunjing, maka akan diberi label iri. Lain halnya dengan orang yang mengajak untuk tidak menggunjing dan mengarahkan untuk mengambil hikmah, maka sungguh ia akan tentram. Keadaan ini akan membuat kita dihampiri bahagia, bahagia karena keharmonisan antar sesama.

 

Sumber gambar : pexels.com

Eh, udah tau belum GoPay ada app baru? Download deh. Dapet 10,000 Coins GRATIS pas upgrade ke GoPay Plus. Tinggal verifikasi KTP aja. Ini link downloadnya

3 Tanggapan

  1. I may need your help. I’ve been doing research on gate io recently, and I’ve tried a lot of different things. Later, I read your article, and I think your way of writing has given me some innovative ideas, thank you very much.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan

Berita Populer

Kirim Artikel

Ingin menulis di Inspiring Menulis? Berikut cara mudah untuk mengirim artikel.

Berita terbaru

Melody Ayunan Rasa

pada kenyataannya jika tidak ada komunikasi itumungkin tidak akan ada

Peduli Palestina

Inspiring Solidarity For Palestine Rp6.656.412 Terkumpul dari Rp10.000.000 68 Donasi

Masuk | Daftar

Masuk atau daftar dulu biar bisa komen, bikin konten dan atur notifikasi konten favoritmu. Yuk!

Atau Gunakan