Isu kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra, semakin penting di era digital. Negara yang maju harus mampu memenuhi kebutuhan semua warganya, termasuk mereka yang mengalami hambatan penglihatan. Teknologi smartphone dengan fitur aksesibilitas seperti talkback memberikan dukungan signifikan bagi tunanetra, memungkinkan mereka untuk lebih mandiri dan percaya diri. Keberhasilan pemanfaatan smartphone sangat bergantung pada pengembangan aplikasi yang memenuhi kebutuhan mereka.
Dengan aplikasi yang dirancang khusus, tunanetra dapat meningkatkan potensi di berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan integrasi sosial. Dalam era digital ini, individu diharapkan untuk cepat beradaptasi dengan kemajuan teknologi, sehingga tunanetra juga harus dapat menyesuaikan diri. Seperti yang dikatakan dalam artikel, “Kemudahan demi kemudahan tentu sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang mengalami hambatan penglihatan,” menekankan pentingnya teknologi dalam kehidupan sehari-hari tunanetra.
Namun, penggunaan teknologi juga membawa tantangan. Tunanetra sering kali mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru dan dapat mengembangkan perilaku tertentu—baik positif maupun negatif—dari penggunaan teknologi. Menurut Sari Rudiyati (2002), karakteristik anak tunanetra mencakup “rasa rendah diri,” “suka berfantasi,” dan “perasaan yang mudah tersinggung.” Ini menunjukkan perlunya perhatian khusus dalam pembelajaran dan dukungan bagi mereka.
Di satu sisi, teknologi memungkinkan mereka untuk lebih mandiri dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Sebagaimana dinyatakan dalam artikel, “Penyandang disabilitas tunanetra dapat menjalin komunikasi dengan orang lain secara mandiri melalui media sosial,” yang menunjukkan kemampuan mereka untuk berinteraksi secara sosial. Di sisi lain, ada risiko kecenderungan untuk mengabaikan metode tradisional seperti membaca huruf Braille dan berkurangnya kemampuan orientasi dan mobilitas karena ketergantungan pada teknologi.
Lembaga pendidikan seperti SKHIT Yarfin berupaya mendorong kemandirian peserta didik sambil membatasi penggunaan smartphone untuk menghindari perilaku negatif. Mereka menegaskan pentingnya mengembangkan kemampuan dasar sambil memanfaatkan teknologi. Seperti dinyatakan, “Kami terus mendorong kemandirian bagi peserta didik agar mereka tidak terjebak dalam permasalahan tersebut.”
Pemanfaatan teknologi di kalangan penyandang disabilitas tunanetra memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, namun perlu diimbangi dengan pendidikan dan pembatasan yang tepat agar tidak kehilangan keterampilan dasar dan kemandirian. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat merujuk pada sumber yang lebih lengkap.