Inspiring Menulis – Generasi milenial muslim lahir pada era digitalisasi, dimanjakan oleh gelombang teknologi informasi yang cepat, terkena dampak revolusi berita yang membuat mereka memiliki keterlibatan yang intens pada informasi melalui media sosial dan akses internet yang murah dan mudah.
Gaya hidup mereka berbeda. Menjadi menarik hal parenting style yang cocok untuk mereka, seperti tidak suka formal, tetapi kasual, tidak klimis dan tidak wangi, tetapi elegan, “apa adanya“ tidak berlebihan.
Dalam hal bekerja, milenial cenderung pada entrepreneur dan masuk pada ekonomi kreatif. Sedangkan, dari sisi beragama, psikologi beragama, kelekatan pada agama, dan afiliasi pada institusi agama mereka cenderung longgar, yang mereka pentingkan adalah pada moral dan spiritual. Tidak terlalu terpaku pada agama dalam pengertian organized religion.
Membahas tentang generasi milenial tidak lepas dari media sosial. kaum milenial memiliki keterlibatan yang intens pada informasi melalui media sosial dan akses internet yang murah dan mudah. Mereka menjadi up date dengan informasi bidang apapun di dunia. Mereka menjadi warna dunia (citizen of the world) di dunia maya–maka, fashion, lifestyle, makanan, film, serial tivi, tokoh-tokoh imajiner, produk-produk branded, barang-barang elektronik, dan segala informasi di dunia akan memengaruhi respons mereka seperti cara berekspresi, tutur kata, visualisasi, dan lainnya.
Dalam bermedia sosial secara intens akan menimbulkan perubahan terhadap sikap manusia. Menurut Leysa Khadzi Fi terdapat dua dampak yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial, yaitu berupa dampak positif dan dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan dalam bermedia sosial bergantung pada etika bersosial media penggunanya, apabila media sosial digunakan untuk kepentingan positif maka akan berdampak positif, sebaliknya apabila digunakan untuk kepentingan menyimpang dari kaidah penggunaan media sosial, maka akan memberikan dampak negatif terhadap penggunanya.
Pada tahun 2020, dalam penelitian yang dilakukan oleh Ratna Windari , mahasiswa IAIN Purwokerto dalam skripsinya, ia melakukan pengulasan lebih mendalam kepada narasumber tentang konten pendidikan, quotes, dan tausiyah keislaman yang diakses guna memperoleh data tentang pemahaman keislaman. Akun pendidikan yang narasumber akses dimaksudkan sebagai penambah wawasan yang lebih mendalam untuk bekal sebagai calon pendidik, khususnya pendidik yang mengajarkan agama Islam.
Hampir semua narasumber juga menyebutkan bahwa mereka mengikuti konten-konten dakwah keislaman yang berisi materi atau tausiyah-tausiyah tentang Islam. Konten qoutes yang mereka akses juga tidak jauh dari penggalan kata-kata tentang keislaman, cinta, dan nasihat kehidupan.
Dan pada tahun 2015, dalam penemuan yang ditemukan oleh Nurdin Abd Halim pada penelitiannya tentang penggunaan internet dikalangan remaja untuk mengembangkan pemahaman keislaman. Hasil penelitian yang didapatnya dari responden bahwa mereka banyak mengikuti akun-akun yang memberikan suguhan konten keislaman. Menanggapi informasi yang didapatkannya, narasumber memiliki jawaban yang berbeda, ada yang membaca secara berulang kali untuk memahamkan dan bertanya kepada guru, ustadz atau orang yang lebih mengetahui untuk memastikan informasi tersebut.
Terkait kebermanfaatan adanya konten keislaman di media sosial, narasumber menyebutkan bahwa konten keislaman jelas bermanfaat namun juga menimbulkan pengaruh terhadap pemahaman keislaman seperti keraguan terhadap Islam karena berita-berita seperti kekerasan, aliran-aliran yang radikal. Ditambahkan lagi menurut narasumber informasi keislaman yang tersebar bahkan dapat menggoyahkan keimanan seseorang yang belum begitu paham benar dengan Islam.
Dapat disimpulkan bahwa adanya media sosial dan penggunaan media sosial dapat memengaruhi pola pikir seseorang, membentuk opini dan mengembangkan pemahaman terhadap suatu informasi. Dalam hal ini adalah fenomena penggunaan media sosial oleh kaum milenial untuk mencari dan memperdalam informasi keislaman dengan memanfaatkan konten keislaman yang tersebar di media sosial. Materi keislaman yang berada di beberapa akun media sosial digunakan kaum milenial sebagai renungan diri, penambahan wawasan keagamaan dan lainnya
Namun, dengan gaya belajar kaum milenial yang cenderung tidak suka formal, tetapi kasual, tidak klimis dan tidak wangi, tetapi elegan, “apa adanya“ tidak berlebihan. Materi yang narasumber dapatkan dari konten keislaman juga terkadang memberikan kebingungan. Kebingungan yang dimaksudkan adalah kebingungan dalam memahami materi keislaman yang disampaikan dan kebingungan atas kebenaran materi keislaman tesebut.
Sehingga, diperlukan kembali bagi para kaum milenial menanyakan kepada guru atau ustadz ketika sedang berada di pesantren, ataupun menyaring dengan sendiri mana yang benar dan tidak yang kemudian hanya mengaplikasikan sesuatu yang dianggapnya baik. Agar tidak menimbulkan pengaruh terhadap pemahaman keislaman seperti keraguan terhadap Islam karena berita-berita seperti kekerasan, aliran-aliran yang radikal dan lain sebagainya.
(aritkel ini dibuat untuk mengingatkan kepada para kaum milenial terhadap pemahaman konten keislaman yang berada di media sosial. karena karakter kaum milenial yang sangat istimewa di generasi ini sebagai penerus yang sangat diharapkan oleh bangsa kita sendiri. harapannya dengan ada nya aritikel ini bisa mengingatkan kepada kaum milenial islam agar bisa mencari lagi kebenaran konten keislaman sebelum menyampaikan nya kepada masyarakat, sehingga dapat menghindari kesalahpahaman ketika berdakwah di masyarakat.)
Image from: Pexels
satu Respon
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.